U2FsdGVkX1+25AyyCo8UPsLK1A8YBpiAtAtE4voJoZU6v2phc92s7B5BeG4irtrTwvQijqbnotwWq2TT6FmYzQ==


 

Kita tak tahu kapan pandemi berakhir, kita tak tahu kapan kita bisa melihat orang-orang yang lebih banyak lagi di luar, kita tak tahu dengan jalan apa kita akan mengunjungi Afrika, menemukan tempat-tempat dengan nama yang tidak klise, memahami hidup seorang detektif, mekanik, sekertaris, pelayan, atau anak yatim piatu. Kita tak tahu. Buku menggemaskan ini mungkin juga tidak memberitahu kita semuanya secara gamblang, tapi lewat buku ini, Alexander McCall Smith mencoba menunjukkannya pada kita Rra, Mma, Saudaraku.

Buku kedua dari Seri Bestseller Kantor Detektif Wanita No.1, ditulis pada tahun 2000 dengan tajuk Tears of the Giraffe oleh McCall Smith, penulis asal Zimbabwe. Lalu pada tahun 2006 diterbitkan oleh Bentang Pustaka setelah diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan. Lalu di awal september 2020, saya akhirnya menyadari bahwa Botswana, Afrika Selatan, dan segala tradisinya ditulis dengan kesederhanaan dan daya pikat di buku ini. Di Internet, terdapat  cukup banyak artikel tentang Afrika Selatan, tapi untuk berkenalan dengan apa yang ada di sana, perlu bahasa, perlu teman, dan perlu waktu. Buku ini memudahkan kita memahami itu, bahkan lebih. Kita bisa mengamati tradisi hingga hal-hal berat yang bisa dirasakan oleh sepasang kekasih dengan latar belakang yang berbeda.

Misteri Air Mata Jerapah

Berangkat dari judul yang unik itu, kita secara tidak sengaja dipancing untuk mencari tahu apa yang sebenarnya ada di baliknya. Lebih dari sekadar pembaca, atau super reader, tapi mendekati cara kerja seorang detektif. Pada akhirnya, keresahan tentang hubungan judul dengan isi dapat menuntunmu berjalan di antara (mungkin salah satu)  dari pola pikir orang kulit putih atau pola pikir masyarakat Botswana. Bukan hanya itu, jawaban mengenai maksud dari Air Mata Jerapah mungkin tidak akan cukup memuaskanmu dengan penggalan yang di ucapkan oleh Mma Ramotswe.

(Tapi saya telah berjanji untuk tidak memberitahumu soal halaman berapa jawaban mengenai air mata jerapah disebutkan) itu tidak penting. Karena yang lebih penting dari itu adalah bagaimana seorang detektif ‘wanita’ yang bernama Mma Ramotswe menjadi pelawan, pendengar, pemerhati, sekaligus calon istri yang baik. Sisi pelawan yang saya maksudkan tak lain dari jalan pemikiran Mma Ramotswe yang menentang patriarki, ia risih dengan laki-laki yang menganggap bahwa perempuan mesti menuruti apapun perkataan mereka. Terkadang ia mesti berjanji karena sulitnya berkata ‘tidak’ pada kliennya, dan caranya mengambil sikap agar rekan kerjanya yang selama ini membantunya tidak kehilangan pekerjaan bahkan setelah Mma Ramotswe menikah.

Kau tahu? jika ada laki-laki yang memiliki kekasih seperti Mma Ramotswe, dia akan beruntung sepanjang hidupnya. Dan jika ada perempuan yang memiliki calon suami seperti Tuan J.L.B Matekoni, mereka akan melupakan kisah-kisah para tokoh laki-laki yang mengerikan. Bukan persoalan rumah siapa yang akan ditempati untuk tinggal setelah menikah, bukan pula tentang pekerjaan apa yang mereka tekuni meski jasa mereka di zaman modern dianggap –kurang membawa peruntungan--, bukan tentang usia atau perawakan seseorang yang dicintai, tapi bagaimana mereka saling menerima dan menyimpan waktu untuk berdiskusi.

Lalu tentang Air Mata Jerapah, ini memang masih misteri. Ibarat kau ingin memberikan sesuatu tapi pada saat yang sama kau juga menyadari tak punya apa-apa tuk diberikan. Di negeri ini, kita memahami suatu konsep yang mungkin baru saja kau pikirkan –air mata buaya. Nah, jika kau berpikir bahwa air mata jerapah dengan air mata buaya itu sama, kau tidak salah, Sappo. Tapi itu bukan berarti kau juga sepenuhnya benar. Ada begitu banyak hal di dunia ini yang sifatnya multitafsir, kau ingin mengartikan sesuatu sebagai ini atau itu adalah bawaan terdalam sebelum menemukan lebih banyak ‘mungkin’.


Tempat dengan nama yang menakjubkan

Buku merah dengan ilustrasi tubuh jerapah tanpa kepala dan kaki ini, mungkin cukup membawa pembaca seolah-olah berada di sebuah tempat  sekitar Botswana. Di sebuah daerah yang gersang apakah mungkin kita memiliki gambaran yang sama dengan seorang wanita Amerika yang bernama Mrs. Curtin :

Saya datang ke Afrika dua belas tahun yang lalu. Waktu itu saya berumur 43 dan Afrika tidak berarti apa-apa bagi saya. Saya rasa, saat itu saya hanya mempunyai gambaran pada umumnya tentang Afrika –gambaran campur aduk antara binatang buruan yang besar-besar, padang rumput dan Kilimanjaro yang menembus awan. Saya juga berpikir tentang kelaparan,perang saudara, dan busung lapar, anak-anak setengah telanjang menatap kamera, tenggelam dalam keputusaan.saya tahu, semua itu hanyalah satu sisi saja—dan juga bukan sisi yang paling penting—tapi itulah yang dulu ada di pikiran saya.(hlm.43)

Tapi dalam buku ini, beberapa latar tempat justru terdengar unik dan menakjubkan.

Kantor yang ditempari Mma Ramotswe dan Mma Makutsi memiliki nama Kantor Detektif Wanita No.1 (Entah kenapa saya merasa ada penekanan di kata Wanita dan angka1)

Sebuah toko daging bernama Honest Deal—transaksi jujur.

Selanjutnya sebuah toko tempat J.L.B Matekoni membelikan cincin pertunangan kepada Mma Ramotswe itu memiliki nama Judgment day Jewellers—toko perhiasan hari pembalasan. sementara di sampingnya terdapat sebuah tokoh yang diberi nama Salvation Bookshop—toko buku penebusan dosa.

Dan masih banyak lagi tempat-tempat seperti salon, perusahaan percetakan, serta bengkel yang mungkin memberi kita sebuah referensi bahwa nama adalah gambaran dari hal yang ternamakan itu.


Sulit mengubah Afrika, tapi anak muda membuatnya lebih mudah.

Jika ada adegan atau bagian cerita yang menyentuh hati saya, maka itu semua hal yang ditulis tentang Afrika melalui Botswana, sikap orang-orang, dan kemirisan yang menyinggungnya.

Diskriminasi dan modernisme bisa menyakiti siapapun. Saya tidak tahu bagaimana rasanya menjadi seseorang yang bekerja keras dan mendapatkan nilai tapi tidak mendapatkan apa yang dia harapkan— hanya karena, standar yang diprioritaskan orang-orang dalam seleksi yang dia ikuti adalah kecantikan. Nilai yang bagus dan usaha yang keras memberi kita rasa bangga tapi itu tidak cukup menjamin kelayakan di tempat-tempat tertentu.

Di sisi lain, potret bagaimana modernisme bekerja di negeri itu akan terbaca saat mereka mulai menyinggung budaya-budaya yang pudar di hadapan anak muda dan penduduk kalangan atas, sementara tradisi hanya dipertahankan oleh beberapa orang tua. Saya sangat setuju dengan Rra J.L.B Matekoni (yang sempat terpikirkan untuk menulis surat kepada Menteri Pendidikan dan menyadarkan agar generasi muda Botswana diberikan pendidikan moral dasar) namun tak mengirimkannya karena sadar bahwa ada kesulitan untuk itu. Bahwa jika kita ingin berkomentar tentang perilaku anak-anak zaman sekarang, kita akan terkesan kuno dan suka menyombongkan diri. Satu-satunya cara agar terkesan modern, tampaknya, adalah dengan mengatakan bahwa setiap orang bisa melakukan apapun yang mereka inginkan, kapan pun mereka mau, dan tanpa memedulikan pendapat orang lain. begitulah cara pikir yang modern.

Untuk segala yang ada di dalam buku ini, saya mulai terkagum-kagum kepada penulis dan penerjemahnya. Tata bahasa yang tidak kusut, peristiwa/kasus yang ditempatkan dengan akhir yang tak terduga serta tokoh-tokoh yang (kebetulan) nyaris sama dengan wajah orang-orang yang pernah saya lihat dan dengarkan.

Suatu hari, jika kamu membaca buku ini kuharap kau juga menemukan beberapa petunjuk. Jika bukan petunjuk, setidaknya ada beberapa kalimat yang bisa kau catat untuk kau bagi kepada seseorang.

Dari beberapa dialog yang tertulis, mungkin ini dialog yang sempat membuat saya berhenti dan berpikir beberapa menit, tepat ketika tokoh Mma Tsbago mengatakan: 

Anda harus menikah dengan polisi,mekanik, atau menteri agama, katanya , dan jangan menikah dengan politisi, pelayan bar, atau sopir taksi. Mereka ini adalah orang-orang yang selalu menimbulkan masalah bagi istri-istri mereka.

Lalu, Mma Ramotswe menambahkan daftar untuk tidak menikah dengan seorang pemain terompet. Tapi...saya tidak mengerti mengapa petani, penulis, dan presiden tidak dimasukkan sebagai orang yang harus atau yang tidak harus dinikahi...Hmm!

 

Ana
Nama saya Muliana. Lahir 27 januari 2002. Saya Pemalas. Tapi saya sampai disini. Ig : @gemaa.27
Ini nii anak muda yang harus dikembangkan bakatnya dalam menulis 🥰. Sukses terus . #Majangstories
Alhamdulillah, mohon krisarnya kak

Terima kasih..
Barakallah kakak. Semangat berkarya 🤗
Terima kasih kak 😁🙏
Wah, jadi tertarik baca bukunya, ������
Alhamdulillah kak, selamat membaca😁
""Saya pemalas. tapi saya sampai disini" it's cool...
Teruslah berkarya!
Loading...